Sehari setelah
tanggal 19. Huft. Aku pernah bertekad, untuk bulan Desember ini aku akan
melupakan tanggal. Ada satu tanggal yang sesuatu banget. Itu tadi, tanggal 19. Tanggal ulang tahun (sebut saja) M dan H, yang kebetulan banget bareng. Berarti kamu belum move on?
Entah. Kupikir sudah, hanya saja, aku jadi teringat hal-hal yang lalu dan
tiba-tiba merasa sedih. Aku juga takut jika nantinya aku gag bisa nahan
keinginan untuk mengirim sms ucapan selamat. Jangan sampai!
Tekadku untuk melupakan tanggal itu sudah berhasil, hingga
pada akhirnya tanggal 15, Bapak mengingatkanku untuk tidak lupa memasukkan
lamaran yang tenggat waktunya adalah tanggal 18. Mau tidak mau aku jadi harus
menghitung tanggal. 15, 16, 17, 18, hingga akhirnya ketemu sama 19. Hmmm jadi
keinget dan rasanya ‘ahhh, betapa menyakitkan...’. dan kemarin tepat pukul 8
AM, alarmku berbunyi. Ternyata dulu aku pernah menandainya sebagai hari
istimewa. Hahahaha. *Menertawakan diri sendiri*
Memang, dulu itu pernah jadi hari istimewa dan aku juga pernah
berpikir bahwa memang hari itu akan selamanya istimewa, karena setelah putus
dengan M, aku bertemu dengan H. Jauh aku berlari menghindarinya tapi ternyata ketemu lagi dengan orang yang 'setipe' dengan dia. Aku bertanya-tanya, ini kebetulan,
atau memang sudah dituliskan? (yang jelas semua yang terjadi emang udah
dituliskan sama Dia ya...hehehe). I mean, apa kita berjodoh? Dulu kupikir,
kebetulan ini akan jadi 'sesuatu'. Tapi ternyata tidak. Hasilnya begitu ‘cethar
membahana’ mengejutkan hatiku.
Sepertinya memang aku belum move on. Terbukti aku masih
membahas masalah dia. Katanya orang yang belum move on tidak boleh berharap
untuk bertemu orang lain karena dikhawatirkan akan jadi pelampiasan saja. Dulu
aku memegang prinsip itu. Tapi sekarang tidak. Aku merasa, aku butuh seseorang
untuk bisa move on, berpindah dari ketergantunganku pada masa lalu, padanya,
masa depan yang akan menantiku.
Lantas apa yang terjadi pada 19 itu? Tidak ada. Aku berhasil
melewati kekhawatiranku sendiri. Memang aku teringat, tapi pada akhirnya
kuputuskan untuk menertawakan kesedihan itu. Sahabatku Cak Ambon dan Iim pernah
berkata, kesedihan adalah hal konyol yang pantas untuk ditertawakan. Yeah, aku
menertawakannya, puas. Aku bahagia. Aku berhasil untuk tidak bersedih
berlebihan, aku berhasil menahan diri untuk tidak mengirim pesan baik sms maupun
fb, aku berhasil untuk tidak ngetwit dan nyetatus geje galau. Yay! =))))))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar