Juli 24, 2012

Keadilan yang coba kuberikan


Aku sedang mempertanyakan satu hal, perlukah aku meminta maaf?

Aku punya beberapa teman dekat, di antaranya Gina dan Akyun. Begitu dekatnya kami sehingga sudah seperti keluarga sendiri. Nous partageons beaucoup de choses, termasuk masalah cowok. Singkat cerita, ada masalah antara Gina dan Akyun, tentang cowok. Dalam hal ini, aku merasa yang paling dilema. Sebagai sahabat, aku seharusnya bisa menengahi mereka berdua, berlaku adil bagi keduanya. Tapi kembali lagi sebagai manusia, kadang aku masih berlaku subjektif, walaupun aku sudah merasa itu adalah adil.
Bagi Gina, untuk memaafkan kesalahan Akyun, adalah hal yang sangat sulit, bahkan mungkin mustahil. Terlalu sakit, katanya, dan ia tak pernah bisa mentolerir orang yang sudah merusak kepercayaannya. Bagi Akyun, ia merasa bersalah sudah merusak apa yang dipercayakan padanya, tetapi ia tak bisa mengelak karena ia membutuhkannya. Dan untuk itu ia sangat meminta maaf. Bagiku, semua orang bisa saja melakukan kesalahan dan kekhilafan. Dan menurutku, seolah-olah tak ada yang bisa disalahkan jika itu adalah masalah hati dan perasaan.

Selama ini baik Gina maupun Akyun, mereka selalu cerita padaku tentang masalah itu. Dan selama ini pula aku selalu meminta Gina untuk memaafkan Akyun. Aku juga selalu meminta Akyun untuk meminta maaf pada Gina. Sudah kira-kira dua tahun ini hubungan mereka membaik, mendekati normal seperti dulu.
Tapi beberapa hari yang lalu, Gina cerita ke aku lagi, katanya, ia teringat dengan kejadian itu dan merasa sakit. Ahh, itu lagi. Kupikir sudah selesai. Jujur, aku sudah tak mau lagi membahas itu karena kurasa itu sudah menjadi masalah mereka berdua. Aku tak mau masalah mereka berdua itu merusak pertemanan kami, baik aku dengan mereka berdua, maupun aku dengan yang lainnya, karena ternyata itu kenyataannya. Akyun, pada saat yang sama, juga mengadu padaku, bahwa Gina ternyata bisa belum bisa memaafkannya.
Oke, sekarang aku ingin tahu apa maunya. “Aku pengen tahu, sebenarnya kamu ada  niat untuk maafin dia ga?”. “Engga”, katanya. Hmm, mau apa lagi? Orang dia ga mau maafin. Lantas, aku harus bilang apa?

-Ga cape apa, Mbokde?
-Engga. Rasa benciku ini ga sebanding dengan apa yang telah ia lakukan dulu. Kamu ga pernah ngerasain sih, Mut, jadi kamu tahu gimana rasanya.

Waw..sebenarnya, agak tersinggung aku dengan kata-kata Gina. Siapa yang curhat? Siapa juga yang maido? Ihh. Tapi dengan kata-kata ini pula aku tersadar, yaa..sepertinya aku memang salah. Selama ini aku melihat masalahnya dari sisi aku. Aku tak pernah melihat dari sisi dia. Jadi, memang benar bahwa aku tak menghiraukan perasaannya. Selama ini aku memintanya untuk selalu memaafkan, sedangkan aku lupa, setiap orang punya batasan maaf sendiri-sendiri. Dan menjadi lebih salah lagi karena aku selalu memaksanya. Bodoh, Arin. 

Saat itu, aku langsung teringat dengan sebuah kaidah, bahwa “Orang yang teraniaya lebih berhak atas keadilan”. Memang tak bermaksud mencari siapa yang salah siapa yang benar, tapi jika harus ada, maka dalam hal ini Akyun-lah yang bersalah. Lalu aku mencoba berpikir, dari sisi keduanya.

Aku bilang ke Gina, “Memang Mbokde, aku tak pernah ngerasain apa yang kmu rasain, jadi aku tak tahu gimana harus bersikap. Aku Cuma bisa bilang, kalo memang kamu merasa sakit karena itu, lupakan saja. Kamu memang ga bisa ngelupain rasa sakitnya, jadi kamu bisa lupain orang yang bikin sakit itu. Mungkin dengan memberi hukuman akan membuat perasaanmu jadi lebih baik, jadi anggap saja itu sebagai hukuman buatnya”.

Aku juga bilang ke Akyun, “Yun, setiap orang punya batasan maaf yang berbeda-beda. Mungkin jika dalam posisi Gina, aku atau orang lain bisa saja memaafkan, tapi mungkin bagi dia tidak. Jadi, harap terima jika dia belum bisa maafin kamu, atau bahkan tidak maafin kamu. Yang penting kamu udah menyesali apa yang kamu perbuat dan meminta maaf. Kuharap kamu bisa maklumin dia ya...”.

Kuharap aku tidak salah mencoba memberi keadilan bagi keduanya.

Juli 10, 2012

Ketika Aku Ditantang Masa Depan

Belakangan ini aku jadi rajin berpikir, umm tepatnya kepikiran, tentang apa-nanti-yang-akan-kulakukan dan jadi-apa-aku-nanti dan dengan-siapa-nanti-aku-berbagi.

Pertama, apa-nanti-yang-akan-kulakukan. Maksudnya, apa yang kulakukan setelah lulus kuliah. Ini hampir nyambung dengan poin kedua. Cita-cita. Masih perlukah di umur segini membicarakan cita-cita? Harusnya, itu dulu. Tapi sampai sekarang, aku dibuat bingung oleh diriku sendiri yang ga jelas. Omo! I mean, ga jelas kemana aku mau melangkah.
Mungkin memang sudah terlanjur, jadi tinggal meneruskan saja apa yang sudah kurangkai, atau bisakah aku memulai lagi semuanya? Masih adakah waktu?
Kurasa memang aku harus meneruskan saja. Lelah untuk memulai kembali (atau enggan?).

Kedua, jadi-apa-aku-nanti. Mungkin (di sini akan terjadi pengulangan kata "mungkin") aku akan jadi orang lain, yang sangat berbeda dari diriku yang asli. Mungkin aku akan jadi superman, wonder women, saras 008, atau Xena. Yang penting jadi apa pun aku nanti, aku berharap, itu bisa menjadi suatu kebanggaan dan pantas dibanggakan. That's the point!

Ketiga, dengan-siapa-nanti-aku-berbagi. Pembahasan ini yang paling aku ga ngerti. Pertama dan Kedua bisa kurencanakan. Tapi yang ini? I have no idea.
Dulu, aku terlalu susah untuk move on gara-gara terbayang masa lalu. Sekarang, aku sudah move on, tapi tak tahu mana yang akan kutuju. Tak bermaksud untuk membuat berbagai pilihan, tapi ada beberapa 'opsi' yang memang harus dipilih satu. Maka pertimbangan demi pertimbangan harus dilakukan.
Lalu keyakinan harus ditegaskan.
Kemudian keputusan harus diberikan.
Semua tak mudah. Apa aku yang terlalu banyak pertimbangan? Bukankah memang harus dipertimbangkan?
Ahh sial...mungkin aku harus tanya Patrick. Terkadang dia bisa jadi sangat bijak.

Juli 05, 2012

Kecemasan Yang Berlebihan


Oke, mungkin memang benar, aku mengalami kecemasan yang berlebihan. Secara ga sadar. Efeknya bukan ke gangguan makan atau perasaan (gelisah), tapi ke gangguan tidur, pemirsaaaa... Oh, how annoying!

Tidur itu hal sakral buatku, kalau terganggu, yah...bisa merusak semua. Sudah kurasakan akhir-akhir ini. Awal-awal cuma susah tidur aja, gara-gara kepikiran. Pas lagi ngerjain, udah menjelang pagi, ngantuk, tapi belum selesai-selesai. Kan jadi udah ga bisa mikir lagi. Pengennya tidur, tapi kepikiran terus. Kalo dipaksa ngerjain ga bisa. Nah lho...galau kan? Akhirnya cuma guling-guling ga jelas.

Sekarang, aku mulai dihinggapi mimpi-mimpi aneh. Aku lupa, ga terlalu inget mimpi apa. Yang jelas mimpi serem/ sesuatu yang bikin aku kaget. Tapi setelah kuingat-ingat, semua yang muncul di mimpi itu, adalah hal-hal yang kubenci dan kutakuti.
Mimpi tiba-tiba berada di tempat yang sempit dan tertutup sampai ga bisa nafas dan ketika bangun aku sudah ngos-ngosan sendiri. Aku takut ruang sempit dan tertutup, itulah kenapa aku ga suka naik lift. Aku jadi ngerasa kaya squidward...hehehe. squidy itu phobia ruang tertutup.

Aku juga takut dikejar anjing. Beberapa hari yang lalu aku mimpi dikejar anjing sama Weni, temenku. Aku takut sama hal-hal berbau setan-hantu, dan itu sering muncul.
Aku takut dengan ketinggian, dan baru tadi pagi aku mimpi berada di ketinggian, dipaksa naik pesawat, pesawatnya tabrakan pula! Huaaaaaaaaaaa....

Lama-lama bisa stres ni aku. Hadeh..pengen semua ini cepet selesai biar bisa tenang. Biar bisa bobo nyenyak, mimpi yang enak-enak. Hehehe.

Aku lagi menganalisis psikologisnya tokoh Carlos. Eh lha ko akunya juga ternyata perlu di treatment. Untung sedikit banyak aku tahu teorinya, jadi aku tau penyebabnya dan ga terlalu khawatir.

Mungkin memang secara ga sadar aku tertekan. Hmmm...coklat mana coklat? Es krim? Es krim? Aku mau coklat sama es krim!!!